MUI Dukung Mahasiswi Bercadar
TANGSEL,SNOL— Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Tangerang Selatan mendukung penuh penggunaan cadar bagi kaum muslimah di tataran akademisi. Dukungan dilontarkan menyusul adanya larangan penggunaan cadar bagi mahasiswi Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta oleh pihak rektorat.
Menurut Sekretaris Jenderal (Sekjen) MUI Tangsel, Abdul Rojak, penggunaan cadar merupakan Hak Asasi Manusia (HAM) bagi setiap muslimah. Secara aturan hukum positif, tidak ada larangan untuk menggunakan cadar bagi muslimah. Menurutnya, munculnya peraturan larangan bercadar bagi mahasiswi di kampus itu justru melanggar HAM dan kebebasan beragama di Indonesia.
“Memakai cadar adalah bagian dari ekspresi beragama. Jangan ada stigma bahwa perempuan bercadar adalah teroris. Itu yang salah,” tegas Abdul Rojak saat dihubungi Satelit News.
Abdul Rojak menambahkan, Kota Tangerang Selatan yang memiliki slogan ‘Cerdas, Modern, dan Religius’ ini juga dirasa tepat sebagai wadah bagi kaum muslim dan muslimah untuk menjalankan ajaran agamanya masingmasing. Jika UIN Syarif Hidayatullah menerapkan larangan bercadar bagi mahasiswi muslimah, ia menegaskan, MUI Tangsel menentang peraturan tersebut. “Justru pihak UIN Syarif Hidayatullah memperbolehkan mahasiswinya menggunakan cadar,” lanjutnya.
Lebih lanjut ia mengungkapkan, perempuan yang memakai pakaian ketat dan seronok malah dibiarkan. Karena menurutnya, pakaian ketat tersebut dapat menimbulkan tindakan amoral dari pihak yang tak bertanggung jawab, sementara perempuan bercadar dan menutup aurat justru dilarang.
“Perempuan bercadar selalu dikaitkan dengan terorisme dan radikalisme. Itu perlu dibuktikan kebenarannya. Penggunaan cadar itu sudah tersurat dalam qur’an dan Hadist. Jadi, kami mengimbau kepada para muslimah, terlebih di tataran akademisi, tetap gunakan cadarnya,” imbuhnya.
Hal senada disampaikan aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indoneisa (PMII) Tangsel, Dewi Andriyani. Ia menuturkan, cadar menjadi suatu hal yang selalu diperdebatkan, bahkan hingga kalangan pakar hukum islam. Cadar dapat dimaknai beragam, salah satunya terkandung nilai unsur budaya di dalamnya.
“Mungkin aturan kampus juga memiliki berbagai pertimbangan seperti tenaga kesehatan yang memerlukan penutup wajah saat sedang kontak dengan pasien. Atau hal lain, misalnya saat mahasiswa sedang menjalankan ujian semester yang bisa saja terjadi kecurangan seperti menyimpan contekan di balik cadarnya,” ujarnya.
Ia menambahkan, sementara itu larangan penggunaan cadar di kalangan mahasiswi masih ada. Terlebih, menguatnya sejarah masa lalu tentang islamophobia akibat gencarnya terorisme garis keras yang berdampak pada kaum muslimah yang menggunakan cadar.
“Hemat kata, pernyataan wajib bercadar bagi kaum muslimah untuk memakai cadar di Indonesia justru akan mengalami banyak kendala. Faktanya, persoalan cadar masih menjadi perdebatan para ahli fiqih. Jadi yang diperlukan adalah kearifan dalam melihat perbedaan pandangan tentang cadar,” tutupnya. (mg2/jarkasih)